Kabupaten Sarmi Belajar Tentang Ekowisata Wisata Kayong Utara

 Bupati  Sarmi, Drs. Mesak Manibor. M.MT  disambut kesenian tradisional Papua ketika akan pembukaan Diskusi Tematik Ekowisata  Sarmi. Photo Doc. USAID IFACS Kalbar.
SUKADANA-Komitmen pemerintah Kabupaten Kayong utara menjaga 70 persen kawasan hijaunya menjadi perhatian masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Sarmi, Nort Papua, terutama pembanguanan  di bidang ekowisata.

Demikian diungkapkan petugas komunikasi  US Agency for International Development- Indonesia Forest and Climate Support (USAID IFACS)  Regional Kalimantan Barat, Alexander Mering yang baru saja pulang dari Papua,  Senin (5/11) kemarin.

Diskusi tematik  yang digelar Dinas Pariwisata Papua bekerjasama dengan USAID IFACS   dan Multi Stakeholder Forum (MSF) dengan tema “Ekowisata di Wilayah Sarmi Mendukung Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim”  ini digelar di Pantai Fumau, akhir pekan kemarin.

“Kita diundang mewakili USAID IFACS  untuk berbagi  pengalaman inisiasi  program ekowisata yang sudah dimulai di Kabupaten Kayong Utara,” kata Mering.

Kayong Utara dan Sarmi  kata dia, adalah dua Kabupaten yang serupa meski tak sama. Letak geografis  keduanya  sama-sama di pinggir laut, memiliki pantai yang indah, pulau-pulau  lengkap dengan terumbu karangnya  yang bagus  sehingga menjadi rumah berbagai jenis ikan laut.  Termasuk di dalamnya,  ikan  Napoleon yang sudah dinyatakan langka di perairan Indonesia.

Kedua Kabupaten ini  sama-sama bagian dari  3 landscape  USAID IFACS di  Kalimantan, Aceh dan Papua.   IFACS  semdiri adalah  program  kerjasama antara Pemerintah Amerika dengan Pemerintah Indonesia  untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang berasal dari degradasi dan hilangnya hutan.

Diskusi dibuka resmi  Bupati Kabupaten Sarmi, Drs. Mesak Manibor. M.MT, dan dihadiri lebih dari 120 warga, tetua adat, tokoh masyarakat,  SKPD, MSF,  Muspida dan perwakilan USAID IFACS.

“Kita boleh membangun, tetapi harus tetap harus memperhatikan kelestarian hutan,” katata Manibor.
Sarmi dengan luas  35.587 km2 dengan kawasan hutan 96,39 persen ini menurut Manibor sangat  kaya potensi wisata. Ada wisata alam mapun wisata bahari,  seperti  Pulau Liki, Pulau Kosong, Pulau Armo, Pulau Sarmi, Pulau Sawar, Pulau Wakde, Pulau Yamna, Pulau Anus, Pulau Podena, Pulau Yarsun, Pulau Masi-Masi, gua di Tanjung Batu, Gua Kelelawar di Beneraf, air terjun di Sewan, Safrom,  Beneraf dan lain sebagainya. Belum lagi potensi wisata sejarah, dan budaya.

“Ekowisata mengingatkan kita kita banyak sumber daya alam, hak ulayat yang kita miliki,  tentu harus kita kelola tapi jangan sampai merusak lingkungan dan mari  kita lestarikan sehingga generasi besok bisa nikmati,”  tambah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sarmi, Melianus Aiwui, SE. MM.

Petugas komunikasi  USAID IFACS di Sarmi, Julia Sianturi yang menginisiasi diskusi tersebut mengatakan, upaya Pemkab Sarmi ini merupakan salah satu Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE). Diskusi tematik ini sendiri  dimaksudkan untuk mengajak semakin banyak pihak yang memahami bahwa membangun tidak harus selalu dibarengi dengan kerusakan hutan dan lingkungan hidup.

Ketua MSF Kayong Utara, Jumadi Gading, S.Sos bersyukur dan berterimakasih sekali atas perhatian  Pemkab Sarmi.

“Kemajuan daerah, termasuk bidang pariwisata tak terlepas dari peran masyarakat. Dalam Hal ini MSF  memiliki peran yang strategis, dan harus selalu memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dan daerahnya,” kata Jumadi. 

MSF-Rumah Idea Kayong Utara, sejak beberapa tahun terakhir ini  berperan mendorong pembangunan berkelanjutan di Kayong Utara, tak terkecuali bidang ekowisata yang sejak September lalu mulai dilaksanakan oleh board tourism Kayong Utara.

Matan Review Adalah media alternatif milik komunitas di Kayong Utara yang diprakarsai oleh Rumah Idea. Hingga tahun 2014 Matan Review disuport oleh USAID IFACS