Laporan konservasi Orang utan 1: Penyeimbang dan Karunia

Ilustrasi Orang Utan. Sumber Photo: http://www.faktailmiah.com
Selama dua hari berturut-turut Wartawan Aruemonitor, Aceng Mukaram, mengikuti sebuah pertemuan regional di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara untuk membahas konservasi Orangutan. Pertemuan itu menghasilkan 20 rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah. Laporan diskusi itu dapat Anda baca dalam dua bagian. 

Pembangunan ekonomi pemerintah berdampak pada lingkungan. Ini nampak pada perubahan bentang alam dan berkurangnya keragaman hayati yang terjadi tanpa bisa dihindari. Secara ekologis hal itu berdampak kepada kehidupan Orangutan yang sebenarnya sudah menjadi ikon nasional.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kayong Utara, Bimbing Parjoko mengakui adanya gejala itu saat tampil sebagai pembicara dalam sebuah seminar dan lokakarya konservasi Orangutan, Kamis, 5/9/2013.
Menurut dia, hampir di semua kawasan yang masih berhutan di Kabupaten Kayong Utara, kecuali Pulau Maya dan Kepulauan Karimata, terdapat populasi orangutan.
“Dari hasil pencatatan yang dilakukan setidaknya terdapat sekitar 2.500 individu orangutan yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Palung,” ujar dia dalam kesempatan itu.
Populasi Orangutan di Kabupaten Kayong Utara pasti lebih banyak lagi. Pasalnya, menurut dia, pihaknya belum menghitung jumlah Orangutan yang menghuni lokasi-lokasi lain. Kemungkinan jumlahnya lebih besar lagi.
Kendati jumlahnya masih banyak, bukan berarti kita dapat berpangku tangan. Bagaimanapun, konversi hutan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan dan pemukiman adalah ancaman besar bagi kelangsungan hidup orangutan. Akhir-akhir ini hal itu secara dramatis meningkatkan terjadinya konflik langsung antara orangutan dan manusia.
Jumlah orangutan sudah banyak menurun. Habibat mereka telah terfragmentasi menyusul cepatnya pertumbuhan ekonomi. Semua pihak mesti bertanggungjawab, tak cuma pemerintah dan lembaga konservasi. Peran pemerintah daerah sendiri tetap vital mengingat dukungan yang dibutuhkan bagi usaha konservasi amat besar.
Relokasi orangutan ke lokasi baru merupakan salah satu pilihan. Namun hal itu tak gampang. Pasti butuh biaya untuk memindahkan dan menyelamatkan mereka. Selain itu proses yang mesti dilalui juga menyangkut pencarian lokasi baru yang cocok, rehabilitasi serta transportasi dari lokasi lama ke yang baru.
“Untuk alasan ini, semua pemangku kepentingan harus bersedia bekerjasama dalam rangka mengantisipasi dan mencegah konflik manusia – orangutan,” tegas dia.
Hindari Konflik
Pesan yang paling dalam hal ini adalah bahwa konflik dapat dihindari dan dicegah dengan pengelolaan kawasan yang bertanggungjawab. Ini dapat dicapai dengan memberi perhatian memadai terhadap isu – isu ekologi dan perilaku orangutan.
Melalui pengelolaan yang tepat, seperti sistem zonasi/blok yang sesuai dengan batas alam, pembentukan koridor – koridor penghubung antar habitat yang terfragmentasi, juga pengkayaan habitat, para pemangku kepentingan dapat mendorong relokasi menjadi pilihan terakhir.
Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.48/Menhut-II/2008 Tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar. Peraturan itu bertujuan untuk memberi petunjuk pengambilan tindakan oleh otoritas terkait di daerah konflik.
Mengingat kian meningkatnya konflik satwa khususnya orangutan, pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan dan sumberdaya alam.
Hal itu, lanjut dia, sejalan dengan mandat dalam strategi dan rencana aksi nasional konservasi orangutan 2007-2017. Hal itu kemudian menjadi alasan kenapa para pelestari berkumpul selama dua hari dalam pertemuan itu.
“Kami pemerintah daerah Kabupaten Kayong Utara akan senantiasa menjaga komitmen terhadap konservasi orangutan, sebab orangutan adalah penyeimbang dan karunia yang telah diberikan tuhan kepada kita,” harapnya. (Aceng Mukaram)
Matan Review Adalah media alternatif milik komunitas di Kayong Utara yang diprakarsai oleh Rumah Idea. Hingga tahun 2014 Matan Review disuport oleh USAID IFACS