Pengembangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Sumber Photo: Pontianak Post 
SUKADANA – Suatu daerah harus dapat menyelesaikan soal ketahanan pangan, agar mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya. Kabupaten Kayong Utara memperkuat pengembangan pertanian pangan berkelanjutan. “Mengutip dari mantan Presiden Republik Indonesia (RI) Ir Soekarno, pernah berkata, pangan merupakan soal mati-hidupnya rakyat, apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapateka. Oleh karena itu perlu usaha besar-besaran radikal dan revolusioner,” tegas Bupati Kayong Utara Hildi Hamid, saat menjadi pembicara pada High Level Meeting Pengembangan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk Menjamin Kelanjutan Pangan di Kalimantan Barat, yang berlangsung di Hotel Santika Pontianak, Senin (16/6) lalu.
Dikatakan Hildi, dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 (UU 41/2009) dengan jelas disebutkan jika lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) adalah bidang lahan pertanian, yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten, guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
“Ketahanan pangan itu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sebagaimana UU 7/1996 tentang Pangan,” kata Hildi.
Sedangkan swasembada pangan, dipaparkan Hildi, merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri. Kemandirian pangan, dijelaskan dia, diperlihatkan dengan kondisi terpenuhinya pangan, tanpa adanya ketergantungan dari pihak luar, dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia. “Kedaulatan pangan merupakan hak setiap orang masyarakat dan negara, untuk mengakses dan mengontrol aneka sumber produktif, serta menentukan dan mengendalikan sistem (produksi, distribusi, dan konsumsi) pangan sendiri, sesuai kondisi ekologis sosial ekonomi dan budaya khas masing-masing,” jelas Hildi.
Bupati menjelaskan data perkembangan luas panen dan produksi padi sepanjang tahun 2009 – 2013, di mana pada tahun 2009, luas panen 15.228 hektare (ha), produktivitas 33,19 ku perhektare, serta produksi 50.536 ton. Kemudian pada tahun 2010, luas panen 20.069 ha, produktivitas (34,35 ku perhektare), dan produksi 68.932 ton; tahun 2011 luas panen 21.581 ha, produktivitas 31,73 ku perhektare, dan produksi 68.466 ton; tahun 2012 luas panen 21.102 ha, produkvitas 31,68 ku perhektare, dan produksi 66.854 ton; serta tahun 2013 luas panen 21.526 ha, produktivitas 32,19 ku perhektare, dan produksi 69.175 ton.
Dipaparkan pula mengenai perkembangan luas lahan tahun 2009, lahan fungsional 20.403 ha, lahan yang tidak ditanam 10.326 ha, dan lahan potensial 30.729 ha; tahun 2010, 21.360 ha, 9.369 ha, 30.729 ha; tahun 2011, 21.648 ha, 9.081 ha, 30.729 ha; tahun 2012, 19.753 ha, 10.976 ha, 30.729 ha; dan tahun 2013, 21.147 ha, 9.928 ha, serta 31.075 ha.
Kemudian dijelaskan pula mengenai kegiatan cetak sawah di tahun 2010 luas 100 ha, tahun 2011 luas 200 ha, tahun 2013 luas 1168,83 ha. Kegiatan optimalisasi lahan pada tahun 2011 luas 100 ha, tahun 2012 luas 600 ha, tahun 2013 luas 260 ha. Kegiatan jaringan irigasi tahun 2011 luas 300 ha dan tahun 2013 luas 2.168 ha.
“Arah kebijakan tahun 2013 – 2018, wujudkan efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah pertanian agar mampu bersaing di pasar untuk mengutamakan ketahanan pangan. Wujudkan pertanian berkelanjutan, untuk menjaga ketahanan pangan dan kemandirian pangan daerah dengan mengembangkan kemampuan produksi, didukung kelembagaan dan sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal,” jelas Hildi.
Kendala dan tantangan pengembangan pertanian pangan berkelanjutan, diakui Hildi adalah masalah revitalisasi, sarana prasarana masih kurang, kualitas lahan menurun, akses teknologi, mekanisasi atau mesin, dan alat pertanian kurang. Kemudian, ditambahkan dia, keterbatasan kelembagaan, permodalan, dan institusi pendukung.
“Kebijakan dan strategi tahun 2013 – 2018, memantapkan ketahanan pangan dengan paradigma baru. Kemudian pengembangan infrastruktur pertanian. Inovasi dan diseminasi teknologi. Pengembangan diversifikasi pangan. Membangun dan memperkuat industri pengolahan pangan. Perlindungan hak petani atas lahan, air, benih atau bibit, plasma nutfah, dan pengetahuan lokal, penataan sistem kelembagaan, termasuk pembiayaan.
“Pertanian berkelanjutan menjadi syarat terwujudnya ketahananan dan kemandirian pangan. Wujudkan pertanian pangan berkelanjutan merupakan kekuatan bagi masyarakat dan daerah. Pangan berkelanjutan merupakan sendi pokok pemantapan kedaulatan negara,” tegas Hildi. (mah)   

Sumber: http://www.pontianakpost.com/pro-kalbar/kayong-utara/16047-pengembangan-pertanian-pangan-berkelanjutan.html
Matan Review Adalah media alternatif milik komunitas di Kayong Utara yang diprakarsai oleh Rumah Idea. Hingga tahun 2014 Matan Review disuport oleh USAID IFACS